Banyaknya organisasi masyarakat yang peduli terhadap bencana alam seperti erupsi Gunung Kelud, rawan disalahgunakan. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, atensi terhadap bantuan bencana alam letusan Gunung Kelud, Kamis (20/2).
Hingga saat ini, Kejati mengaku tengah 'memplototi' kerawanan tindak pidana korupsi terhadap bantuan korban bencana Kelud. "Dalam kondisi bencana alam nasional seperti yang terjadi di Gunung Kelud ini, tentu banyak sumbangan yang mengalir baik dari swasta maupun pemerintah. Maka dari itu kita mengingatkan bagi pengelola bencana untuk tidak bertindak melanggar hukum," kata Kajati Jawa Timur, Arminsyah, Kamis (20/2).
Kajati mengingatkan, jika pihaknya menemukan adanya tindak korupsi pada bantuan bencana Gunung Kelud itu, pihaknya tidak segan-segan memberi sanksi tegas.
"Hukumannya adalah hukuman mati. Ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Di situ menyebutkan, jika tindak pidana dilakukan dalam keadaan tertentu, sanksinya adalah pidana mati bisa dijatuhkan," tegas dia.
Dia menegaskan, dalam keadaan tertentu ini diartikan, dalam kondisi negara dalam keadaan darurat, kondisi bencana alam nasional dan lain sebagainya. "Artinya, tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh pengelola bantuan, sanksinya ya hukuman mati. Makanya kita mengimbau, bagi mereka yang ingin berbuat jadi tidak berbuat," tegas dia lagi.
Untuk itu, pihak kejaksaan mengingatkan, kepada perusahaan-perusahaan atau rekanan di bidang jasa ataupun LSM (lembaga swadaya masyarakat) untuk tidak bertindak macam-macam. "Kita harapkan kepada pengelola bantuan bencana untuk jangan macam-macam, kita juga ikut memantau dalam pendistribusian ini," ujarnya.
Tak hanya itu saja, pelanggaran atau tindak pidana pencurian bahan-bahan yang akan didistribusikan ke lokasi bencana juga mendapat atensi khusus. "Untuk tindak pencurian sesuai Pasal 363 KUHP, kalau dalam keadaan darurat, ini hukumannya bisa lebih berat. Kalau biasanya hukumannya lima tahun, kalau dalam bencana nasional bisa bertambah menjadi tujuh tahun," papar dia.
Seperti diketahui, pasca-erupsi Gunung Kelud, sejumlah bantuan dari berbagai pihak, seperti dari instansi pemerintahan, perusahaan swasta maupun rekening yang dikelola masyarakat terus berdatangan. Dalam situasi seperti itu, tindak pidana korupsi dimungkinkan terjadi. "Untuk itu, sampai saat ini kita terus ikut memantau. Meski sampai saat ini kita belum menemukan adanya tindakan yang mengarah ke sana. Tapi kita akan tetap memantau sampai semuanya selesai," pungkasnya. (nt.surabayapagi)
Hingga saat ini, Kejati mengaku tengah 'memplototi' kerawanan tindak pidana korupsi terhadap bantuan korban bencana Kelud. "Dalam kondisi bencana alam nasional seperti yang terjadi di Gunung Kelud ini, tentu banyak sumbangan yang mengalir baik dari swasta maupun pemerintah. Maka dari itu kita mengingatkan bagi pengelola bencana untuk tidak bertindak melanggar hukum," kata Kajati Jawa Timur, Arminsyah, Kamis (20/2).
Kajati mengingatkan, jika pihaknya menemukan adanya tindak korupsi pada bantuan bencana Gunung Kelud itu, pihaknya tidak segan-segan memberi sanksi tegas.
"Hukumannya adalah hukuman mati. Ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Di situ menyebutkan, jika tindak pidana dilakukan dalam keadaan tertentu, sanksinya adalah pidana mati bisa dijatuhkan," tegas dia.
Dia menegaskan, dalam keadaan tertentu ini diartikan, dalam kondisi negara dalam keadaan darurat, kondisi bencana alam nasional dan lain sebagainya. "Artinya, tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh pengelola bantuan, sanksinya ya hukuman mati. Makanya kita mengimbau, bagi mereka yang ingin berbuat jadi tidak berbuat," tegas dia lagi.
Untuk itu, pihak kejaksaan mengingatkan, kepada perusahaan-perusahaan atau rekanan di bidang jasa ataupun LSM (lembaga swadaya masyarakat) untuk tidak bertindak macam-macam. "Kita harapkan kepada pengelola bantuan bencana untuk jangan macam-macam, kita juga ikut memantau dalam pendistribusian ini," ujarnya.
Tak hanya itu saja, pelanggaran atau tindak pidana pencurian bahan-bahan yang akan didistribusikan ke lokasi bencana juga mendapat atensi khusus. "Untuk tindak pencurian sesuai Pasal 363 KUHP, kalau dalam keadaan darurat, ini hukumannya bisa lebih berat. Kalau biasanya hukumannya lima tahun, kalau dalam bencana nasional bisa bertambah menjadi tujuh tahun," papar dia.
Seperti diketahui, pasca-erupsi Gunung Kelud, sejumlah bantuan dari berbagai pihak, seperti dari instansi pemerintahan, perusahaan swasta maupun rekening yang dikelola masyarakat terus berdatangan. Dalam situasi seperti itu, tindak pidana korupsi dimungkinkan terjadi. "Untuk itu, sampai saat ini kita terus ikut memantau. Meski sampai saat ini kita belum menemukan adanya tindakan yang mengarah ke sana. Tapi kita akan tetap memantau sampai semuanya selesai," pungkasnya. (nt.surabayapagi)