Kementerian Luar Negeri RI mengimbau seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) agar tidak mudah tertipu dengan iklan lowongan pekerjaan di negeri, yang dipampang di media massa dan menjanjikan karier yang lebih baik.
Apabila tidak jeli melihat informasi di dalamnya, hal itu akan dimanfaatkan para pelaku tindak perdagangan manusia (human trafficking) yang tengah membidik korban.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI di Kemlu RI, Tatang Budie Utama Razak, penipuan perekrutan tenaga kerja asal Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri kerap dijadikan modus operandi para pelaku human trafficking.
Salah satu negara yang kerap terjadi aksi tindak perdagangan manusia dengan modus itu yakni, Amerika Serikat.
"Banyak WNI yang tertipu. Di Indonesia, pekerjaannya sudah bagus, lalu ketika tiba di AS mereka malah jadi terlunta-lunta," ujar Tatang kepada VIVAnews.
Kasus demikian, ungkap Tatang, pernah menimpa WNI yang sebelumnya telah menjabat sebagai manajer di perusahaan otomotif. Ketika menjejakkan kaki di AS, WNI itu malah terlunta-lunta dan bekerja serabutan.
Hal itu terjadi, lantaran para WNI tidak menjeli melihat iklan lowongan pekerjaan. Tatang menyarankan sebelum mengajukan aplikasi ke perusahaan tertentu, ada baiknya WNI mengecek terlebih dahulu kredibilitas dari perusahaan tersebut.
"Apabila dirasa mencurigakan, tawaran pekerjaan juga bisa dicek ke Kemenlu, nanti kami akan mengecek ke perwakilan di negara yang bersangkutan," kata Tatang.
Dia turut menyebut banyak juga WNI yang tinggal melebihi dari batas waktu yang telah ditentukan (overstayer). Awalnya para WNI berangkat ke AS sebagai turis tetapi tidak kembali ke tanah air.
Tatang mengatakan, di AS tidak ada razia bagi warga asing seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia.
"Di sana kan tidak ada imigrasi. Jadi selama memiliki tiket untuk pulang, tidak ada petugas yang memeriksa apakah orang tersebut ilegal atau tidak," kata Tatang.
Hal ini turut dibenarkan oleh Pejabat Pensosbud/Konsuler di KJRI New York, Benny YP Siahaan.
Kata Benny, di area tempatnya bekerja terdapat sekitar 7000 WNI. Sebanyak 30 persen di antaranya merupakan WNI ilegal.
"Ada yang loncat dari kapal setelah berlabuh di sini. Namun, ada juga WNI yang sebelumnya datang dari luar New York lalu menetap sementara," kata Benny kepada VIVAnews.
Benny menambahkan, kendati ilegal, pihak KJRI terus membantu mengurus dokumen bagi para WNI itu. Khusus bagi WNI yang ingin segera kembali ke tanah air, langsung dibuatkan Surat Laksana Perjalanan Paspor (SPLP).
Selain menggunakan modus penipuan tenaga kerja, Tatang menyebut aksi perdagangan manusia juga bisa terjadi dengan melalui metode mencari jodoh. Dia mengambil contoh kasus yang menimpa warga Singkawang yang ke Taiwan karena berniat untuk menikahi pria di sana karena minta dicarikan pendamping hidup.
"Tapi kenyataanya ketika tiba di sana, malah dipekerjakan," ujarnya.
Jadi Kurir
Dia menambahkan modus yang sekarang berkembang lebih mengarah menjadikan perempuan sebagai kurir narkoba.
"Jadi pelaku dan korban umumnya berkenalan di dunia maya, lalu mereka menjalin hubungan dan korban diminta membawa sesuatu," kata dia.
Dari data yang diperoleh Direktorat Perlindungan WNI, jumlah warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia terdapat di Malaysia dan negara di kawasan Timur Tengah.
Untuk dapat meminimalisasi hal tersebut, Kemenlu, ujar Tatang, terus bekerja sama dengan berbagai pihak, dan menyosialisasikan soal tindak perdagangan manusia.
"Kami datangi daerah yang menjadi kantong-kantong di tanah air yang rentan jadi korban perdagangan manusia lalu berdialog dengan mereka dan instansi terkait," tuturnya.
Para WNI, imbuh Tatang, dapat menghubungi nomor kontak Direktorat PWNI dan BHI di(021)3813186 ext 3008 atau mengirimkan surat elektronik ke [email protected] untuk mengecek berbagai informasi yang dinilai mencurigakan dari luar negeri. (ren/viva)
Apabila tidak jeli melihat informasi di dalamnya, hal itu akan dimanfaatkan para pelaku tindak perdagangan manusia (human trafficking) yang tengah membidik korban.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI di Kemlu RI, Tatang Budie Utama Razak, penipuan perekrutan tenaga kerja asal Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri kerap dijadikan modus operandi para pelaku human trafficking.
Salah satu negara yang kerap terjadi aksi tindak perdagangan manusia dengan modus itu yakni, Amerika Serikat.
"Banyak WNI yang tertipu. Di Indonesia, pekerjaannya sudah bagus, lalu ketika tiba di AS mereka malah jadi terlunta-lunta," ujar Tatang kepada VIVAnews.
Kasus demikian, ungkap Tatang, pernah menimpa WNI yang sebelumnya telah menjabat sebagai manajer di perusahaan otomotif. Ketika menjejakkan kaki di AS, WNI itu malah terlunta-lunta dan bekerja serabutan.
Hal itu terjadi, lantaran para WNI tidak menjeli melihat iklan lowongan pekerjaan. Tatang menyarankan sebelum mengajukan aplikasi ke perusahaan tertentu, ada baiknya WNI mengecek terlebih dahulu kredibilitas dari perusahaan tersebut.
"Apabila dirasa mencurigakan, tawaran pekerjaan juga bisa dicek ke Kemenlu, nanti kami akan mengecek ke perwakilan di negara yang bersangkutan," kata Tatang.
Dia turut menyebut banyak juga WNI yang tinggal melebihi dari batas waktu yang telah ditentukan (overstayer). Awalnya para WNI berangkat ke AS sebagai turis tetapi tidak kembali ke tanah air.
Tatang mengatakan, di AS tidak ada razia bagi warga asing seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia.
"Di sana kan tidak ada imigrasi. Jadi selama memiliki tiket untuk pulang, tidak ada petugas yang memeriksa apakah orang tersebut ilegal atau tidak," kata Tatang.
Hal ini turut dibenarkan oleh Pejabat Pensosbud/Konsuler di KJRI New York, Benny YP Siahaan.
Kata Benny, di area tempatnya bekerja terdapat sekitar 7000 WNI. Sebanyak 30 persen di antaranya merupakan WNI ilegal.
"Ada yang loncat dari kapal setelah berlabuh di sini. Namun, ada juga WNI yang sebelumnya datang dari luar New York lalu menetap sementara," kata Benny kepada VIVAnews.
Benny menambahkan, kendati ilegal, pihak KJRI terus membantu mengurus dokumen bagi para WNI itu. Khusus bagi WNI yang ingin segera kembali ke tanah air, langsung dibuatkan Surat Laksana Perjalanan Paspor (SPLP).
Selain menggunakan modus penipuan tenaga kerja, Tatang menyebut aksi perdagangan manusia juga bisa terjadi dengan melalui metode mencari jodoh. Dia mengambil contoh kasus yang menimpa warga Singkawang yang ke Taiwan karena berniat untuk menikahi pria di sana karena minta dicarikan pendamping hidup.
"Tapi kenyataanya ketika tiba di sana, malah dipekerjakan," ujarnya.
Jadi Kurir
Dia menambahkan modus yang sekarang berkembang lebih mengarah menjadikan perempuan sebagai kurir narkoba.
"Jadi pelaku dan korban umumnya berkenalan di dunia maya, lalu mereka menjalin hubungan dan korban diminta membawa sesuatu," kata dia.
Dari data yang diperoleh Direktorat Perlindungan WNI, jumlah warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia terdapat di Malaysia dan negara di kawasan Timur Tengah.
Untuk dapat meminimalisasi hal tersebut, Kemenlu, ujar Tatang, terus bekerja sama dengan berbagai pihak, dan menyosialisasikan soal tindak perdagangan manusia.
"Kami datangi daerah yang menjadi kantong-kantong di tanah air yang rentan jadi korban perdagangan manusia lalu berdialog dengan mereka dan instansi terkait," tuturnya.
Para WNI, imbuh Tatang, dapat menghubungi nomor kontak Direktorat PWNI dan BHI di(021)3813186 ext 3008 atau mengirimkan surat elektronik ke [email protected] untuk mengecek berbagai informasi yang dinilai mencurigakan dari luar negeri. (ren/viva)